Minggu, 18 Oktober 2009

PEREMPUAN MINAHASA

Catatan dari Sebuah Kolokium
Oleh :
Fredy Sreudeman Wowor
“Perempuan Minahasa pada zaman dahulu sebelum kedatangan bangsa-bangsa kolonial eropa sebenarnya telah berada pada posisi ordinat ini dapat kita telusuri dari mitos-mitos yang mengungkapkan tentang asal usul orang Minahasa yakni mitos tentang Lumimuut dan Toar. Terlepas dari beragam varian yang menyertai perkembangan mitos tersebut namun ada satu hal yang pasti bahwa Lumimuut telah hadir lebih dahulu baru kemudian Toar. Hal ini menyiratkan bahwa Lumimuut (baca : Perempuan) pada zaman dahulu di minahasa pada dasarnya merupakan subjek yang memegang peranan sentral dalam kehidupan. Tapi sejak bangsa Kolonial Eropa mulai menancapkan kuku-kuku imperialismenya dengan dalih “Mengadabkan daerah-daerah tak beradab” , kedudukan perempuan minahasa mengalami distorsi yang berakibat terjadinya pensubordinasian posisi perempuan di bawah laki-laki. Perempuan Minahasa sekarang hanya sekedar menjadi ibu rumah tangga yang kerjanya hanya menjadi pembantu suaminya (Baca : Laki-laki). Sampai pada masa Orde Baru Perempuan Minahasa dalam kenyataannya tetap tidak mengalami perkembangan yang mendasar karena sistem yang dianut oleh pemerintah pada waktu itu sebenarnya juga tidak lari jauh dari sistem penjajahan budaya yang dipakai oleh pemerintah kolonial : Mereka hanya menginginkan perempuan yang patuh dan tidak rewel entah itu dalam soal ekonomi maupun dalam persoalan ranjang. Walaupun demikian ada juga sih yang karena faktor-faktor tertentu bisa keluar dari kungkungan sistem pensubordinasian tersebut,tapi ini hanya sepersekian persen dari prosentasi perempuan Minahasa yang ada.”.
Demikianlah beberapa pokok pikiran yang dapat saya catat dari Kolokium atau seminar terbatas yang diprakarsai oleh jurusan Sejarah Fakultas Sastra Unsrat yang dilaksanakan pada hari jumat lalu tanggal 15 April 2005 di ruang Jurusan Sejarah Fakultas Sastra Unsrat dengan pembicara tunggal DR. M. Liwoso Carle,Msc. Kolokium yang dimulai pada jam 10.00 WITA ini dipandu oleh moderator Ivan kaunang , M. Hum dan selesai pada jam 12.00 WITA.
Acara ini dihadiri oleh Dekan Fakultas Sastra Unsrat Prof. DR. W.H.C.M. Lalamentik,MSc, Ketua jurusan Sastra Indonesia Dra. N. Tumengkol, M. Hum, Sekretaris Jurusan Sastra Jerman Dra. Troutje Rotty, M. Hum, ketua jurusan Sejarah Drs. R. Mawikere,M. Hum dan beberapa dosen serta mahasiswa dari jurusan-jurusan yang ada di Fakultas Sastra.
Selain acara seminar dilangsungkan pula acara peluncuran buku antologi puisi bahasa Manado berjudul 777 karya Jenry Koraag, Cristy Sondey dan Yudi Lumenta. Buku puisi ini diterbitkan oleh Forum Independen Peduli Sastra yakni sebuah lembaga nirlaba yang bergerak dalam kegiatan pengkajian dan pendokumentasian karya sastra terutama karya-karya yang ada di Manado dan Sulawesi Utara secara keseluruhan.
Hal penting yang mungkin harus menjadi bahan permenungan kita sekarang ini ternyata perempuan Minahasa sampai pada saat ini masih terombang-ambing di bawah bayang-bayang sistem kolonialisme yang telah mensubordinasikan mereka di bawah telapak kaki laki-laki.
Ini jelas membutuhkan dialog-dialog lebih lanjut yang harus bermuara pada lahirnya gagasan-gagasan baru tentang posisi dan peran perempuan Minahasa . Dialog-dialog ini dapat berupa diskusi-diskusi lisan melalui seminar-seminar ataupun melalui kegiatan penerbitan-penerbitan buku yang berbicara tentang eksistensi perempuan Minahasa dan untuk itu sudah waktunya sekarang perguruan tinggi kita di Sulawesi Utara mengambil peran aktif jangan hanya menjadi pabrik sarjana saja. Metoop oka ke e…

Tidak ada komentar: